- Back to Home »
- memandang film »
- Bloody Jack!
Selesei juga, aye baca buku BloodyJack. Lebih kurang 2 bulan aye membutuhkan waktu untuk menyelesaikannya. Jangan salah. Bukan karena buku ini membosankan atau tidak menarik, tapi saya punya mood dan motivasi berbeda untuk mulai membaca. Mood aye baru in the high kalo aye lagi di kamar mandi, alias kalo aye lagi beol, modol, boker, berak… eeeiii! Nape aye jadi ngolor ngidul gini.
Orait, aye mulai pembedahannya. Sebagai sebuah buku, cover BloodyJack tampaknya kurang kinclong di mata. Pemilihan warna background cover yang kurang segar dan font tidak merepresentasikan isi bukunya. Tapi saya akan memulai dengan filosofi lama, “Jangan menilai buku dari covernya”.
BloodyJack, memiliki tema Bajak Laut yang tidak membajaklaut. Karena sesungguhnya buku ini menceritakan apa yang terjadi pada karakter utama, Jack Flabber “Jack si Pemberani”. Seluruh buku secara mendalam membahas lika-liku ruang hidup Jack dari kacamatanya sendiri. Sehingga, perasaan saya mengatakan tidak ada tempat cukup untuk karakter lain hidup. Saya sebagai pembaca dipaksa hanya jatuh cinta pada karakter utamanya. Titik.
Melepas itu semua, cerita yang ditawarkan oleh BloodyJack menghampar keindahan panorama laut di sisi dunia Eropa dan Afrika. Jack Flabber memiliki kesempatan untuk bertualang dan melihat langsung megahnya laut Karibia, pedesaan pantai Jamaika, dan pulau asing dengan air terjun kecil serta danau dan hutan tropis tempat ia terdampar.
Petualangan Jack yang dengan sengaja menjebak diri dalam kehidupan Kapal Laut milik Angkatan Laut, Kerajaan Inggris. Berlayar guna membasmi Bajak Laut yang menggerayangi kehidupan laut. Dalam perjalanannya Jack mendapat pengalaman hidup seperti rambutnya yang terus tumbuh.
Yah, daripada aye keceplosan menceritakan seluruh ceritanya, mending pren-pren semua yang mengikuti petualangan Jack Flabber sendiri.
Aye pasti bisa salah, karena pembacaan aye tentu dipengaruhi oleh selera, mata, dan otak sendiri. Yang jelas, jika pren menggemari buku setipe Oliver Twist-nya Charles Dickens, maka buku ini lumayan renyah untuk disantap.
Dengan penuh kekurangan,
Pandu Dirgantara